Jumat, 28 Mei 2010

Pepohonan Tidak Mampu Cegah Global Warming

Pepohonan Tidak Mampu Cegah Global Warming
Pepohonan ternyata tidak mampu meminimalisir meluasnya global warming. Dibutuhkan banyak asupan air dan nutrisi untuk bisa mempertahankan pohon sebagai pencegah global warming. KENAPA????

Awalnya pepohonan diduga dapat menghisap karbondioksida dan menyemburkan oksigen ke atmosfer bumi. Banyaknya pepohonan pun akan semakin banyak menyerap karbondioksida yang secara otomatis akan mencegah perluasan global warming.
Para ilmuwan di Universitas Duke, Carolina Utara, telah menanamkan pohon pinus setiap hari selama 10 tahun. Diharapkan pohon-pohon tersebut akan menyerap banyak karbondioksida. Namun dalam penelitiannya, hanya beberapa pohon saja yang dapat menyerap karbon dengan maksimal. Pohon-pohon tersebut ternyata memiliki kelebihan asupan air dan nutrisi yang berakibat mampu menyerap karbon lebih banyak. Pohon jenis inilah yang mampu membantu mencegah global warming.
Proyek yang diadakan Departemen Energi, yang diberi nama eksperimen Free Air Carbon Enrichment (FACE), membandingkan empat hutan pinus yang menerima gas karbondioksida.
"Pada beberapa wilayah, pertumbuhannya mencapai 10 persen atau lebih sedangkan di wilayah lain mencapai 40 persen lebih. Wilayah dengan capaian 40 persen tersebut ternyata kaya akan sumber air dan nutrisi pohon," ujar Direktur FACE project, Ram Oren, seperti dilansir Live Science, Senin (13/8/2007). Dengan demikian, tambah Oren, jika ketersediaan air menurun di satu wilayah pepohonan, secara tidak langsung akan semakin meningkatkan kuantitas karbondioksida.
"Artinya kita tidak lagi memiliki media untuk meminimalisir karbon yang merupakan penyebab dari pemanasan global," pungkasnya. Satu-satunya cara, menurut Oren, adalah memberikan air berkualitas dengan kuantitas yang baik untuk pepohonan dengan cara memfertilisasi seluruh wilayah. Fertilisasi sangat diperlukan karena saat ini air sangat jarang ditemukan.
Sumber: http://hameedfinder.blogspot.com/2007/08/pepohonan-tidak-mampu-cegah-global.html)
FISIPERS adakan Seminar "Global Warming"
Ditulis oleh: admin
Pada: 12 November 2007

FISIPER bekerja sama dengan BBC siaran Indonesia menyelenggarakan menyelengarakan seminar mengenai “Global Warning”, yang berlangsung hari Senin (12/11) di Bloc CafĂ© FISIP Kampus Depok. Tidak saja dihadiri para mahasiswa FISIP, tetapi juga mahasiswa dari berbagai fakultas lainnya di lingkungan UI.

Para pembicara pada seminar itu yaitu Kuki Soejachmoen, Direktur Eksekutif LSM Yayasan Pelangi Indonesia, Drs. Azam Mulyadi, Ketua Sub Bidang Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup Pemerintah DKI Jakarta serta Dra. Kusharianingsih, C.B.,HS dosen Sisiologi Lingkungan Hidup FISIP-UI. Acara seminar dimoderatori Djonggi, mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI.

Memburuknya keadaan bumi, banyak menelan korban dan juga merusak lingkungan, baik manusia. khewean maupun lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena tidak terkendalinya aktifitas manusia dalam mengeksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam. Hal lain yang turut menyumbang global warming yaitu perkembangan teknologi, pertumbuhan populasi, penebangan hutan, bertambahnya pabrikdan limbah. Ada dua pilihan yang harus diambil, yaitu bersikap apatis atau melakukan tindakan perubahan ke arah yang jauh lebih baik dari sekarang. Kita masih mempunyai kesempatan untuk memperlambat proses dan mengurangi akibat fatal, dengan mengambil tindakan yang konkrit.

Pada hari Sabtu (10/11) bertempat di Miriam Budiardjo Research Center FISIP UI, FISIPERS juga menyelenggarakan “Klinik Jurnalistik” untuk mengembangkan pengetahuan mahasiswa dalam bidang jurnalistik, dnegan menghadirkan narasumber Endang Darmayuningsih Nurdin, Produser BBC Siaran Indonesia London, dengan moderator Erwin Fajrin, mahasiswa komunikasi FISIP UI. Peserta yang hadir tidak saja dari klangan mahasiswa UI, tetapi juga kalangan umum dan wartawan.

FISIPERS adalah sebuah lembaga kemahasiswaan yang bergerak dalam bidang pers dan jurnalistik di lingkungan FISIP UI, yang bertujuan mencerdasakan elemen di sekitarnya melalui informasi yang disajikan serta memperkenalkan dan menumbuhkan budaya tulis dan baca dalam dunia kampus UI.

BBC (British Broadcast Corporation) Siaran Indonesia yang mensponsorai kegiatan ini, merupakan suatu kegiatan dalam rangka BBC Goes to Campus 2007 selama dua minggu, yang akan menyelengarakan kegiatan seperti di UI pada 8 perguruan tinggi di Indonesia yang berada di kota Aceh, Padang, Jakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Bali dan Kupang.

Loenpia dot net | Komunitas Blogger Semarang
Karena Loenpia Lebih Enak Dimakan Bersama!
• Blog Home
• Tentang
• Aggregator
• Anggota
• Login
Pemanasan Global (?!?), Apa yang kita (bisa) perbuat?
May 04th, 2007 | | oleh : didut | kategori : Opini
Pemanasan global (?!?), mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu mengenai pemanasan global dari informasi yang kita dapat melalui mass media akan tetapi biasanya memang dibahas dalam skala kebijakan yang sangat besar. Nah bisakah kita sebagai orang yang biasa ini berkontribusi positif terhadap pengurangan dampak pemanasan global? Pastinya sih bisa.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi (sumber dari Wikipedia). Jadi sih intinya Bumi kita tuh memanas karena sinar matahari yang sudah masuk ke bumi kita tidak bisa keluar lagi karena gas-gas rumah kaca tadi membentuk lapisan di atmosfer yang memantulkan sinar matahari tadi (kalau mau baca lebih lengkap silahkan lihat di Wikipedia).

Terus kalo suhu bumi meningkat kenapa?
Yang pastinya sih daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil.
Nah terus hubungannya dengan Kota Semarang bagaimana? dan apa yang kita bisa lakukan?
Dari pembicaraan dengan teman sekantor yang juga seorang petani dan petambak, dia bilang sekarang (terutama 2-3 tahun ke belakang) sangat sulit untuk memprediksi cuaca. Seperti yang kita tahu para petani memakai cuaca sebagai patokan penanaman mereka, jadi kalo salah prediksi cuaca bisa-bisa tidak bisa panen atau panennya jelek sehingga merugi.Dan satu lagi mungkin yang efeknya bisa terasa langsung ke kita yaitu nyamuk. Kok nyamuk? Karena nyamuk baik untuk berkembang biak di tempat yang hangat, jadi mungkin saja semakin panjangnya musim demam berdarah di indonesia karena temperature yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Nah terus apa sih yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa untuk berkontribusi positif dalam pengurangan pemanasan global. Sebenernya sih mudah-mudah aja tapi tidak mudah untuk dilakukan.
Untuk kita yang dirumah kita bisa:
(1) Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda standby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus berkontribusi pada pemanasan global.
(2)Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi
(3)Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan pakaian kering secara alami
(4)Matikan keran saat sedang menggosok gigi
(5) Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
(6)Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga 13 liter air per hari
(7)Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam merupakan cara yang paling boros air.
(8)Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
(9)Gunakan kembali amplop bekas
(10)Jangan gunakan produk ’sekali pakai’ seperti piring dan sendok kertas atau pisau, garpu dan cangkir plastik
(11)Gunakan baterai isi ulang
(12)Pilih kalkulator bertenaga surya
Kenapa kebanyakan kok yang berhubungan listrik?
Karena untuk memproduksi listrik kita masih memakai bahan bakar yang berasal dari fosil, jadi dengan mengurangi konsumsi listrik kita berkontribusi juga dalam pengurangan potensi polusi akibat produksi listrik/energi tadi. Mungkin kita pikir, masak pengurangan konsumsi listrik kita berpengaruh sih? Tapi kalo kita pikir yang melakukan hal ini banyak orang, pengurangan konsumsi energinyapun akan menjadi sangat besar. Jadi program dari PLN 17-22 bisa dipraktekkan tuh
Untuk tips-tips lain gaya hidup ramah lingkungan di tempat kerja, saat berlibur maupun berbelanja dapat melihat situs WWF Indonesia.
Pemanasan global sudah bukan menjadi isu lagi saat ini, pemanasan global sudah menjadi masalah yang harus kita hadapi atau kita pecahkan bersama. Jadi marilah kita mulai bersama-sama gaya hidup yang ramah lingkungan dari kita sendiri dan mulailah perkenalkanlah gaya hidup ini pada orang-orang yang paling dekat dengan kita seperti keluarga, pacar, teman dan tetangga kalau bisa.
THINK GLOBALY ACT LOCALY, Salam Lestari
04-01-2008
Kontribusi TNI Dalam Mengatasi Masalah Ancaman Issue Pemanasan Global
"Oleh Hari Sudewo"
Di era 1990 an masalah demokrasi, hak azasi manusia dan lingkungan hidup adalah merupakan issue global yang banyak dibicarakan baik di tingkat nasional maupun internasional saat itu. Namun kondisinya berbeda dengan yang berkembang saat ini dimana masalah krisis energi, terorisme dan climate change (perubahan iklim) adalah merupakan primadona sebagai issue ancaman global yang sedang mencuat dipermukaan dan menjadi sorotan dunia. Bahkan dalam menanggapi maraknya issue climate change yang sangat erat sekali kaitannya dengan issue pemanasan global (global warming), pada akhir tahun ini tepatnya tanggal 3 - 13 Desember 2007 Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan tingkat dunia di Bali untuk membicarakan dan membahas masalah climate change. Hal ini mengindikasikan betapa seriusnya dunia dalam mengantisipasi ancaman climate change yang memang sudah menjadi salah satu ancaman global terhadap kelangsungan hidup bagi kehidupan di muka bumi ini.
Perlu kita sadari bahwa masalah lingkungan yang terkait dengan issue climate change atau pemanasan global bukan hanya menjadi tanggung jawab para pemerhati lingkungan, para pakar lingkungan atau pemerintah saja, akan tetapi ini merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat baik nasional maupun internasional, termasuk keluarga besar TNI . Mengapa demikian ? Karena dampak perubahan iklim / pemanasan global saat ini telah banyak dirasakan masyarakat dunia, bahkan seringkali menjadi kenyataan bahwa akibat perubahan iklim / pemanasan global ini menjadi sumber bencana / malapetaka dan tidak sedikit yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia. Meningkatnya suhu bumi, banjir bandang dan badai / topan yang melanda hampir di kawasan dunia serta mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut adalah merupakan indikasi betapa besar dampak pemanasan global / perubahan iklim terhadap kehidupan.
Mengingat dampak pemanasan global / perubahan iklim yang demikian besar bagi kehidupan dimuka bumi ini, maka Institusi TNI beserta keluarga besarnya perlu memahami secara benar tentang apa itu climate change atau pemanasan global dan dampak yang ditimbulkan, serta upaya pencegahannya. Dengan bekal pemahaman yang benar paling tidak Institusi TNI dan keluarganya dapat memberikan kontribusi atau andil untuk ikut berperan aktif dalam upaya mengatasi dan melakukan tindakan pencegahan terhadap issue pemanasan global atau perubahan iklim yang sedang mendunia saat ini.
Apa itu climate change dan global warming
Dalam pengertian harafiahnya climate change memang dapat diartikan sebagai bentuk fenomena alam sering terjadinya pergeseran / perubahan iklim. Memang pada kenyataannya kondisi iklim saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan ketentuan dimana telah menunjukan adanya gejala terjadinya pergeseran atau perubahan iklim bila dibandingkan dengan kondisi iklim beberapa dekade sebelumnya. Namun bukan itu yang kita maksudkan, sebab dibalik peristiwa terjadinya perubahan itu mengandung berbagai permasalahan yang sangat krusial terhadap kelangsungan hidup bagi kehidupan di muka bumi ini. Lebih-lebih bila dikaitkan issue global warming (pemanasan global) yang saat ini sedang banyak dipermasalahkan. Meningkatnya suhu atmosfer bumi yang semakin kita rasakan bersama, sudah tentu akan menimbulkan banyak implikasinya terhadap kehidupan dan peradaban manusia. Bencana alam seperti banjir bandang, angin puting beliung, badai / topan dan naiknya air laut kedaratan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat saat ini.
Memang banyak literature yang menyebutkan bahwa masalah climate change itu erat kaitannya dengan masalah terjadinya global warming, sehingga meningkatnya suhu bumi yang terjadi saat ini merupakan akibat dari perubahan iklim. Namun demikian ada pula yang menyebutkan bahwa perubahan iklim ini sebagai akibat dari pemanasan global. Argumen ini cukup beralasan, karena naiknya suhu bumi yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global menyebabkan terjadnya perubahan iklim. Sehingga dengan adanya perbedaan pandangan ini, maka dapat diibaratkan seperti kalau kita mempersoalkan mana yang lebih dulu telor atau ayam dan tidak pernah berakhir karema masing-masing mempunyai argumen yang masuk akal. Namun disini tidak akan membahas mana yang lebih dulu terjadi perubahan iklim atau pemanasan global, akan tetapi akan lebih mengulas pada apa yang menjadi penyebab dan dampaknya terhadap kehidupan manusia dan kehidupan lainnya.
Perubahan iklim yang akan kita bahas disini lebih mengarah pada kondisi iklim saat ini dimana sering terjadi pergeseran musim yang tidak sesuai dengan ketentuan sehingga sulit diprediksi. Sebagai contoh misalnya dalam dua atau tiga decade yang lalu, perubahan iklim atau climate change belum begitu dirasakan oleh sebagian masyarakat dunia. Namun berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat saat ini dimana telah terjadi pergeseran musim dan perubahan iklim yang kian tidak menentu yang dampaknya semakin dirasakan. Wilayah Indonesia yang pada umumnya mempunyai dua musim, yaitu musim panas antara bulam April – Oktober dan musim penghujan antara bulan Oktober – April itupun kondisinya sudah sulit diprediksi. Indikasi ini dapat kita simak dari berbagai peristiwa dibulan Agustus 2007 yang seharusnya musim panas, tetapi apa yang terjadi berbeda dengan kenyataan dimana di beberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku masih sering terjadi hujan deras dan badai yang menyebakan banjir bandang. Disisi lain munculnya berbagai ancaman bahaya kekeringan panjang di beberapa wilayah seperti yang terjadi di Jawa dan daerah Nusatenggara yang sebenarnya belum saatnya.
Lain halnya dengan fenomena global warming atau pemanasan global yang lebih banyak mengungkap terjadinya perubahan iklim karena adanya peningkatan suhu bumi secara global. Dengan adanya pemanasan global ini sudah tentu akan berakibat pada terjadinya perubahan kelembaban, temperature udara dan tekanan udara. Apabila hal ini terjadinya secara drastis di suatu wilayah tertentu, maka akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan arah angina, sehingga tidak mengherankan kalau fenomena alam ini seringkali berakibat fatal seperti timbulnya ancaman badai ataupun angin topan yang secara ilmiah sulit diprediksi kapan terjadinya..

Penyebab terjadinya climate change dan global warming
Untuk memahami lebih jauh dengan tentang permasalahan pemanasan global ataupun perubahan iklim yang saat ini sedang ramai dibicarakan masyarakat dunia, maka perlunya kita mengetahui apa yang menjadi penyebabnya. Banyak factor yang menyebabkan terjadinya pemanasan global / perubahan iklim di bumi yang antara lain ada dua factor penting, yaitu pertama sebagai akibat semakin tebalnya lapisan polusi udara yang menyelimuti atmosfir bumi dan kedua adanya pemanasan langsung ke permukaan bumi dari sinar matahari akibat menipisnya lapisan ozon (O3). Akan tetapi menurut Baron Jean Baptiste Fourier (1820) sebagai penggagas teori gas rumah kaca (green house gases) menyatakan bahwa emisi gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfer sangat dominant sebagai penyebab utama timbulnya perubahan iklim atau pemanasan global.
Faktor penyebab pertama lebih banyak dipicu oleh kegiatan manusia seperti pembangunan perumahan yang tidak ramah lingkungan, pembangunan industri yang membuang limbahnya ke udara melalui cerobong asap, pembangunan industri transportasi yang menghasilkan gas buangan dari hasil pembakaran bahan baker minyak (BBM) kendaraan bermotor. Selain itu pembakaran sampah, pembakaran lahan hutan termasuk pembakaran lahan gambut merupakan penyumbang emisi gas CO2 yang sangat besar. Demikian pula penggunaan alat rumah tangga yang berlebihan – kompor gas, Air Condition (AC), Lemari Es yang masih menggunakan gas Freon (CFC) dan mesin cuci juga mempunyai andil sebagai penyumbang emisi gas buangan ke atmosfer. Bahkan hasil studi dari konsultan Inggris Max Fordam menyimpulkan ada tiga kegiatan yang menjadi penyumbang emisi gas carbon ke udara yaitu kegiatan pembangunan 50 %, transportasi 25 % dan sisanya 25 % oleh kegiatan industri (Tri Harso, kompas edisi 11 September 2007).
Tingginya tingkat emisi gas ke udara akhirnya membentuk lapisan tebal yang menyelimuti atmosfer bumi. Akibatnya bumi ini berada dalam ruang yang diselimuti oleh pollutant (material gas buangan / bahan penimbul polusi) yang mengakibatkan suhu atmosfer bumi meningkat. Kondisi ini dapat diibaratkan apabila kita berada diruangan tertutup, maka kondisinya akan akan jauh lebih panas bila dibanding kalau kita berada di ruangan terbuka. Kondisi seperti inilah yang sebenarnya lebih dikenal dengan istilah green house effect (efek rumah kaca) karena memang kondisinya tidak jauh berbeda apabila kita berada di dalam rumah kaca (green house) untuk penelitian. Suhu udara di dalam rumah kaca akan meningkat dan jauh lebih panas dibanding dengan suhu udara di luar rumah kaca.
Namun terlepas dari ada tidaknya unsur politis negara maju untuk memojokkan posisi Indonesia di mata internasional, namun ada indikasi ketika Indonesia dilanda kebakaran hutan yang hampir melanda seluruh wilayah kawasan hutan pada tahun 1997 an, Indonesiapun akhirnya divonis sebagai Negara penyumbang emisi gas carbon ke udara terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan China. Pada hal menurut daftar komposisi emisi CO2 tiap-tiap negara tahun 2001 Indonesia masih menduduki urutan 14 dengan tingkat emisinya 1,3 % (Nurul Isnaeni, 2006).
Memang tidak dapat diingkari bahwa kian menebalnya lapisan pollutant di atmosfer bumi ini bukan hanya mendorong naiknya suhu bumi, akan tetapi juga akan berdampak pada menipisnya lapisan ozon (O3) di atmosfer. Ini terjadi karena sifatnya ozon yang sangat oksidatif sehingga mudah terurai maupun mengikat zat pollutant di udara. Akibatnya lapisan Ozon semakin berkurang atau menipis. Pada hal perlu untuk diketahui bahwa lapisan Ozon di atmosfer itu mempunyai fungsi yang sangat penting untuk menyerap dan menghambat sinar matahari (infra merah) ke bumi. Namun akibat menipisnya lapisan ozon tersebut, maka sinar matahari dapat langsung menuju permukaan bumi dan kemudian dipantulkan kembali ke udara yang akibatnya suhu udarapun meningkat. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adanya indikasi telah terjadinya lobang –lobang yang lebih dikenal dengan nama black hole sehingga intensitas sinar matahari yang langsung ke bumi semakin besar. Sehingga dapat dibayangkan apa yang bakal terjadi seandainya sinar matahari itu langsung kebumi, dimana suhu permukaan matahari itu panasnya mencapai 6000 an derajat celcius. Seandainya lapisan Ozon di atmosfer itu habis terurai oleh tebalnya pollutant atau tidak ada lagi, maka sudah tentu ini akan menjadi bencana bagi kehidupan dimuka bumi, bahkan tidak tertutup kemungkinan kiamatlah dunia ini.
Langkah Pencegahan
Sebenarnya masih beruntung bagi negara-negara di daerah tropis seperti Indonesia, karena tingkat pencemaran CO2 itu masih dapat dinetralisir atau sebagian diserap kembali keanekaragam jenis tumbuhan/ hutan yang masih tersisa di negeri ini. Sehingga dapat dibayangkan betapa sulitnya membendung emisi gas carbon CO2 di daerah-daerah industri dan daerah yang terbuka yang keanekaragaman jenis tumbuhannya relatif lebih sedikit dibanding dengan negara-negara tropis yang masih memiliki hutan. Gas carbon CO2 yang lepas ke atmosfer tidak akan menemui hambatan untuk menambah tebalnya lapisan selimut bumi di atmosfer. Sebenarnya kondisi yang demikian inilah yang menjadi salah satu kekhawatiran dunia, karena ini akan mempercepat proses terjadinya global warming yang akan mengancam keselamatan kehidupan di muka bumi ini.
Karena itu tidak heranlah kalau negara-negara maju itu sangat concern / peduli terhadap negara-negara di daerah tropis termasuk Indonesia untuk menjaga dan melindungi hutan dari ancaman kegiatan pembalakan liar (illegal logging) dan tindak kejahatan perdagangan satwa liar (wildlife crime / trade). Perlu kita pahami bersama bahwa hutan tropis fungsinya bukan hanya mampu menetralisir dan menyerap gas carbon CO2 untuk kepentingan fotosintesanya, akan tetapi hutan di darah tropis dapat sekaligus sebagai sebagai paru-paru dunia karena memproduksi gas oksigen (O2) yang sangt dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia dan kehidupan lainnya. Untuk itulah sisa hutan termasuk hidupan liarnya harus dijaga dan dilindungi kelestariannya.
Sehingga langkah dan tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim ataupun pemanasan global adalah perlunya peran serta dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat termasuk Institusi TNI dan Polri. Peran serta ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan untuk tidak melakukan dan melibatkan diri terhadap hal-hal yang dapat memicu kerusakan lingkungan alam. Banyak hal hal positif yang dapat dilakukan oleh anggota TNI termasuk keluarganya yang antara lain tidak ikut melibatkan diri maupun menjadi backing kegiatan pembalakan liar / illegal logging dan perdagangan satwa liar yang telah dilindungi oleh undang-undang. Hutan dan hidupan liarnya harus dijaga dan dilindungi kelestariannya karena selain berfungsi sebagai regulator alam yang paling efektif untuk mengendalikan emisi gas buangan carbon CO2, tetapi juga sebagai penyedia oksigen (O2) di udara yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bagi kehidupan manusia dan kehidupan lainya.
Demikian pula dengan kegiatan lainya yang berkaitan dengan kegiatan kehidupan sehari-hari. Kita dapat melakukan berbagai kegiatan penghematan energi dengan pendekatan dari lingkungan yang berada disekitarnya (ekoefisiensi), seperti misalnya : mengurangi / menghindari penggunaan alat-alat rumah tangga seperti lemari es dan Air condition (AC) yang masih menggunakan gas freon (CFC) dan melakukan penghematan dalam menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) karena semua itu merupakan dapat menimbulkan emisi gas buangan yang akhirnya mempercepat proses pemanasan global. Karena itu tidak heranlah kalau hasil kesepakatan antara negara Uni Eropa, Jepang dan Amerika Serikat pada CoP 3 di Kyoto, Jepang bahwa negara-negara industri akan menurunkan emisi enam macam gas (CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6) paling sedikit 5 % dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008 - 2012 (Mundiyarso, 2003). Dengan pendekatan ekoefisiensi ini paling tidak kita dapat memberikan andil dalam mengatasi masalah lingkungan yang terkait dengan issue perubahan iklim / pemanasan global. Contoh yang mudah untuk dipahami misalnya dengan menghemat penggunaan energi BBM, berarti kita membantu mengurangi penggunaan sumber daya alam dan yang akhirnya akan mengurangi polusi / emisi gas buangan carbon ke udara. Seandainya ini disadari dan dilakukan oleh masyarakat, maka ini sudah tentu dapat memperlambat atau menghambat laju peningkatan pemanasan global.

Penulis adalah :
Illegal Logging and Wlidlife Trade Adivisor
Conservation International Indonesia
Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah suatu masalah yang perlu kita risaukan.

“Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?” barangkali begitulah Anda berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi – termasuk laut di seputar Indonesia – terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara bersih.

Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi :
1. Matikan listrik.
(jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
4. Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).
5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.
8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
11. Say no to plastic.
Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
12. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.



A. LANDASAN TEORITIS
1. Kelompok Sektor Riil pada setiap perekonomian terdiri dari “Good-Producing
Sector”, yaitu:
B. Sektor Pertanian, yang meliputi: (Kelompok “Tradeables”)
(i) Sub-Sektor Pertanian Pangan
(ii) Sub-Sektor Perkebunan
(iii) Sub-Sektor Pertenakan
(iv) Sub-Sektor Kehutanan
(v) Sub-Sektor Perikanan
C. Sektor Industri Manufaktur, yang meliputi: (Kelompok “Tradeables”)
(i) Sub-Sektor Pengolahan Bahan Pertanian
(ii) Sub-Sektor Industri Dasar (Basic Industry)
(iii) Sub-Sektor Industri Barang Modal (Machineries and
Equipments)
(iv) Sub-Sektor Industri Bahan-bahan Konstruksi
D. Sektor Bangunan, yang meliputi: (Kelompok “ Non Tradeables”)
(i) Sub-Sektor Bangunan Rumah
(ii) Sub-Sektor Bangunan Bukan-Rumah
(iii) Sub-Sektor Pekerjaan Sipil
(iv) Sub-Sektor Perbaikan dan Pemeliharaan
E. Sektor Listrik/Gas/Air Bersih (Kelompok “ Non Tradeables”)
Meskipun Sektor C dan D sering dimasukan ke dalam Kelompok Sektor Jasa (“Services Sectors”), namun karena sifat hasil akhirnya yang berujud fisik maka lebih tepat apabila kedua sektor tersebut masuk ke Kelompok Sektor Riil. Serupa halnya Sektor A dan Sektor B “delivery” dari hasil kedua sektor ini memerlukan jasa transportasi. Di dalam hal listrik, lewat jaringan listrik, dan di dalam hal gas serta air bersih lewat jaringan pipa.
Konsekuensi penggunaan tata-ruang (space) dari keempat sektor ini tampak pada dimensi fisik, baik pada wilayah darat maupun wilayah laut, dan sampai seberapa jauh juga wilayah udara (air space). Kegiatan “air cargo” adalah untuk memenuhi kebutuhan Kelompok Sektor Riil ini.
2. Seperti yang diperlihatkan di dalam peta tata-ruang yang bersifat komprehensif berikut ini, maka kegiatan Kelompok Sektor Riil – baik yang dilakukan Dunia Usaha, Pemerintah, maupun Rumah tangga – terkait kepada hampir seluruh tataruang yang secara langsung digunakan penduduk dunia pada saat ini. Perkecualian hanyalah terjadi pada ruang Angkasa Luar (Outer Space) dan pada ruang Laut Dalam (Deep Ocean), di mana per awal abad ke-21 ini baru dilakukan “probing activities” – kegiatan-kegiatan penjelajahan. Hal ini pun terjadi pada wilayah Kutub Utara (North Pole) dan Kutub Selatan (South Pole). Tampaknya, sampai kini, masih ada kesefahaman bahwa wilayah Angkasa Luar/Laut Dalam/ Kutub Utara/Kutub Selatan merupakan Wilayah Warisan Umat Manusia (Humanities’ Heritage Region), yang pemanfaatannya harus mempertimbangkan Kepentingan Kolektif seluruh umat manusia pada kurun waktu sampai sangat jauh ke depan.
1 Peta Konprehenhensif Tata-Ruang Planet Bumi RUANG ANGKASA LUAR (Outer Space)
HEOS (High Earth Orbital Satellite)
Manned
Unmanned
RUANG ANGKASA (Air Space)
LEOS (Low Earth Orbital Satellite)
Air Waves
PERMUKAAN BUMI
SURFACE DARAT LAUT
- Pemukiman - Wilayah Transportasi
Laut
- Kegiatan Kehidupan Masyarakat - ALKI (atau: SLOC)
- Wilayah Transportasi Darat - Wilayah Penangkapan
Ikan
- Laut Dalam (Deep Sea)
SUB-SURFACE - Galian - Galian
- Pertambangan on-shore - Pertambangan off
- Deep Sea shore
. Quarrying
. Mining
3. Ancaman proses Pemanasan Bumi (Global Warming) merupakan hal yang diakibatkan oleh kegiatan Kelompok Sektor Riil yang menggunakan SDA (Natural Resources), di dalam berbagai kombinasi dengan faktor-faktor produksi yang terkait, untuk menciptakan Nilai Tambah (Value Added) dari ribuan “Goods-
Producing Sectors”, yang mengikuti pola alur satu-arah dari sebuah proses siklus tertutup (atau: one-way, close-loop, process of production).
Di dalam model tersebut tidak diperhitungkan munculnya limbah-limbah (waste) yang bersifat padat (solid waste) dan yang cair (liquid waste) yang kemudian berakumulasi sebagai dampak polusi (pollution), pada seluruh wilayah yang digunakan oleh Kelompok Sektor Riil tersebut. Akibat negatif dari proses akumulasi limbah tersebut adalah kerusakan lingkungan atau “destruction of the ecosystem”.
Di dalam sebuah proses siklus terbuka yang multi-arah (multi-dimension, openloop, process of activities), proses akumulasi limbah tersebut – pada akhirnya – menimbulkan peristiwa Pemanasan Bumi. Masalahnya, di dalam hal ini adalah:
meramalkan ke depan peristiwa ini, merupakan kesulitan tersendiri yang tidak mutlak diselesaikan. Lihat: “Statistics and Climatology: Gambling on Tomorrow”, The Economist, 18 Agustus 2007. Itulah sebabnya, sudah sedemikian lama ancaman Pemanasan Bumi ini masih terus diperdebatkan antara lain justru oleh Kelompok Negara-negara Industri Utama (Grup 7 atau Grup 8) – terutama AS – yang merupakan penghasil terbesar dari polusi di bumi ini. Kelompok negara- 2 negara kaya ini menghasilkan sekitar 70% dari PDB Dunia, hanya dengan tenaga kerja yang berasal dari penduduk sekitar 20% saja dari penduduk dunia; yang
tentu berakibatkan langsung terhadap produksi polutanya. Kelompok inilah pula yang menggunakan sebagian terbesar SDA dunia, yang sebagian besar berlokasi di Kelompok Negara-negara Selatan.
B. MASALAH-MASALAH NYATA DEWASA INI
1. Proses Pemanasan Bumi seperti yang diamati pada awal abad ke-21 ini telah menimbulkan akibat-akibat yang teramat jauh jangkauannya, baik pada tatanan geopolitik maupun pada tatanan geoekonomi, dengan segala akibatnya kepada geostrategi berbagai negara. Seperti yang dapat diperkirakan: akibat-akibat yang serius muncul pada kelompok negara yang berkepentingan kepada posisi kemandirian SDA, baik karena kekayaan SDA yang dimilikinya maupun karena kemiskinan SDA yang dihadapinya. Tentu, pada akhirnya, sitkon “resource-rich” atau “resource-poor” tersebut terkait kepada jumlah penduduk masing-masing mereka, selain kepada struktur umurnya.
Di dalam sebuah pola sitkon SDA-Penduduk yang disajikan di dalam sebuah matrix sebagai berikut akan tampak permasalahan Geostrategi yang dihadapi masing-masing negara di dunia dewasa ini.
8 Penduduk
Kecil Jumlah
Penduduk
Penduduk
Besar
- Singapura
- Srilangka
- Jepang
- Vietnam
- Brazil
- Samudra
Arabia
- Kuweit
- AS
- Rusia
- Indonesia
- Cina
- India
Kualitas
SDA
Miskin
SDA
Kaya
SDA
Dapat diperkirakan, bagaimana negara-negara yang memiliki posisi geografis yang strategis karena kekayaan SDA-nya akan semakin berupaya untuk memperkuat kepentingannya di depan tekanan yang semakin besar di dunia untuk memelihara posisi “resource independence” masing-masing
2) Belakangan ini, sebagai akibat pencairan lapisan es di Kutub Utara, mulai timbul perlombaan mengklaim wilayah itu yang ditengarai kaya SDA – utamanya:
deposit minyak bumi, oil sand, gas alam, bahkan batubara. Pada saat ini empat negara sudah siap-siap berebut wilayah di Kutub Utara, yakni AS, Rusia, Kanada dan Denmark. Persaingan yang panas mulai terjadi mengklaim wilayah “Northwest Passage” di antara AS dan Kanada, karena posisi strategis selat tersebut di dalam menghubungkan Samudra Atlantik dengan Samudra Pasifik.
Pemanasan bumi akan membuka selat ini untuk pelayaran sepanjang tahun, yang akan berakibatkan “economic boom” berkepanjangan di wilayah Greenland,
3 Kanada Utara, Alaska, dan Siberia, yang terkait langsung dengan kelompok negara-negara industri Asia yang sedang bangkit dengan empat – Cina, Korea, Taiwan, dan Vietnam – yang kesemuanya sangat tergantung kepada impor energi.
Lihat untuk ini kedua bahan berikut: “The Arctic: Drawing lines in melting ice”, The Economist, 18 Agustus 2007; dan Mc Kenzie Funk, “Cold Rush: The coming fight for the melting north,” Harper’s Magazine, September 2007, yang disajikan sebagai lampiran catatan ini.
3) Berkebalikan secara mutlak dengan proyeksi jangka-panjang sitkon di wilayah Kutub Utara ini, Indonesia dan Philippina justru akan dihadapi oleh hilangnya beberapa ribu pulau kecil dan tengelamnya wilayah-wilayah pantai. Yang harus diantisipasi secara urgent oleh Indonesia adalah pada kejadian-kejadian berikut:
a) Hilangnya beberapa ribu pulau kecil tersebut akan meliputi juga makin sirnanya ratusan pulau-pulau atol yang merupakan habitat flora-fauna kelautan, yang terkait erat dengan fungsi alami perikanan di perairan Indonesia
b) Juga, menyempitnya luas pulau-pulau kecil yang kaya akan mineral seperti nikel, timah, bauxit, dan lain sebagainya, yang akan mempersulit exploitasi dari bahan-bahan mineral tersebut
c) Proses peninggian permukaan laut juga akan mengancam keamanan fisik menara migas (oil & gas platforms) lepas pantai, jaringan pipa bawah laut, dan lain sebagainya.
d) Proses itu juga akan mempercepat abrasi daerah pantai di seluruh Indonesia. Bahaya yang terbesar adalah pada wilayah-wilayah pesisir yang padat penduduk, padat proyek-proyek perumahan dan resor turis, padat proyekproyek industri dasar, dan padat prasarana serta sarana ekonomi utama.
Simulasi komputer dapat dilakukan – serupa di Pantai Timur AS – untuk mengantisipasi keperluan relokasi skala besar dari wilayah-wilayah pesisir tersebut.
4) Di dalam kaitan dengan pengaruh negatif dari Pemanasan Bumi terhadap cuaca/iklim, patut diperhitungkan hal-hal berikut:
a) Telah ditengarai adanya kemungkinan akan semakin cepatnya berlangsung Siklus El Nino-La Nina di seluruh wilayah Samudra Pasifik, dengan sifat extrim musim kemarau dan musim hujan yang semakin kritis. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap keberlanjutan kegiatan dari praktis seluruh Sektor Pertanian. Sampai seberapa jauh hal ini pun akan terasa juga akibanya di wilayah Samudra Hindia.
b) Peristiwa kebakaran hutan di satu sisi dan peristiwa banjir bandang dan longsor di sisi lain akan menimbulkan akibat-akibat parah kepada keberlanjutan upaya-upaya pembangunan. Masalah-masalah tersebut tidak akan lagi sekedar bersifat “accidental” melainkan sudah beranjak ke yang bersifat struktural, sedemikian sehingga upaya-upaya penanganannya akan menuntut kapasitas permanen yang didukung oleh Belanja Pemerintah yang besar
c) Juga sudah ditengarai bahwa kesemua peristiwa diatas berpotensi memperparah masalah penyakit-penyakit menular, yang bisa berubah menjadi epidemi
4
5) Pada akhirnya, dapat diperkirakan bahwa Pemanasan Bumi akan menimbulkan proses-proses negatif yang fatal yang akan lebih banyak ditemui di Kelompok Negara Miskin dibandingkan dengan Kelompok Negara Kaya. Peristiwa serupa Badai Katrina yang mengoyak New Orleans, apabila terjadi di Kelompok Negara Miskin bisa menimbulkan resesi ekonomi yang luas akibatnya Pada waktu ini Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya penanganan terhadap akibat-akibat Pemanasan Bumi tersebut, melalui berbagai kebijakan. Lihat laporan Bank Dunia/DFID Indonesia/Peace, Ringkasan Exekutif – Indonesia dan Perubahan Iklim: Status Terkini dan Kebijakannya, Jakarta, Mei 2007.
Dapat diantisipasikan bahwa efek dari upaya-upaya penanganan tersebut baru akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama di depan. Sambil menunggu saat itu, dapat diperkirakan semua pihak harus waspada terhadap permasalahan-permasalahan yang akan muncul dari peristiwa global Abad ke-21 ini.

Tentang Pemanasan Global Warming!!!
• Author: rana nabila
• Filed under: Sosial
Friday
Dec 14,2007
Global Warming….?????!!!!..Huh serem bgt dengernya. bisakah kita sebagai orang yang biasa ini berkontribusi positif terhadap pengurangan dampak pemanasan global? Pastinya sih bisa.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia”[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Efek rumah kaca
Artikel utama: Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek Rumah Kaca
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. “Global Warming,”sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Efek umpan baik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Mengukur Pemanasan Global
awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
--------------------------------------
Perlindungan Lingkungan
Sejalan dengan makin mudah dan nyamannya kehidupan modern, berkembang kecenderungan orang membuat barang yang digunakan satu kali saja, lalu membuangnya. Hal ini menyebabkan timbulnya banyak macam masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan air, perusakan lingkungan alam, pemanasan global, dan jumlah limbah yang luar biasa. Perlindungan lingkungan merupakan tugas vital tidak saja bagi Jepang tapi juga bagi seluruh dunia. Di bawah pimpinan pemerintahnya, masyarakat Jepang dewasa ini sibuk melakukan usaha-usaha perlindungan lingkungan dalam lingkup luas.
Harga yang harus dibayar bagi kenyamanan kehidupan modern adalah timbulnya generasi penyebab banyak limbah. Bila limbah dibawa begitu saja untuk menimbun tanah, maka akan timbul gunungan-gunungan sampah yang terus membesar. Sekarang kita harus membangun masyarakat daur-ulang di mana barang digunakan secukupnya saja dan dapat digunakan berulang kali, dan bukan terus dibuang. Jepang telah mencapai kemajuan besar dalam mengurangi volume sampah dan dalam mendaur-ulang produk-produk bekas, khususnya daur-ulang kaleng dan botol plastik telah berjalan dengan mantap di Jepang.Kehidupan yang nyaman memerlukan banyak energi, termasuk listrik, gas, dan bensin. Karbon dioksida dan gas-gas lainnya terlepas ke udara ketika orang membangkitkan listrik dan mengoperasikan mesin dengan membakar bahan bakar seperti minyak dan batubara. Gas-gas tersebut menimbulkan berbagai masalah seperti pemanasan global dan pencemaran udara. Pemanasan global merupakan masalah di mana suhu di seputar dunia meningkat. Untuk mencegahnya, jumlah karbon dioksida serta gas-gas rumah-kaca lainnya harus dikurangi. Pada kesempatan COP3, sebuah konperensi besar mengenai pencegahan pemanasan global yang diselenggarakan di kota Kyoto, Jepang pada tahun 1997, banyak negara berjanji akan mengurangi jumlah gas-gas rumah-kaca yang diproduksinya.
Salah satu jalan untuk menanggulangi pemanasan global adalah menggunakan bentuk-bentuk energi yang ‘bersih’ yang tidak mengeluarkan gas buangan. Energi sinar surya, angin dan geothermal (panas bumi) adalah beberapa di antara jenis energi bersih yang tersedia. Jepang aktif mengembangkan dan menerapkan energi bersih sebagai bagian dari usaha-usahanya untuk mengatasi masalah pemanasan global dan mengurangi pencemaran. Jepang berusaha membantu negara-negara di berbagai penjuru dunia dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan dengan, misalnya, memberikan mereka teknologi daur-ulang, teknologi untuk mengurangi emisi gas-gas rumah-kaca, dan berbagai teknologi lingkungan lainnya.

Bukan Omong Kosong

rENUNGAN

Summary:ersys
SEPULUH CIRI ORANG BERPKIR POSITIF


1. MELIHAT MASALAH SEBAGAI TANTANGAN
Bandingkan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat maka dia akan berpikir hidupnya adalah menjadi orang yang paling sengsara di dunia.

2. MENIKMATI HIDUP
Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati

3. PIKIRAN TERBUKA UNTUK MENERIMA SARAN DAN IDE
Pikiran terbuka membutuhkan kebesaran hati dan tentu kesabaran. karena dengan begitu, akan ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik.

4. MENGHILANGKAN PIKIRAN NEGATIF SEGERA SETELAH PIKIRAN ITU TERLINTAS DI BENAK
Suatu kendala yang sebetulnya bisa diatasi dengan kepala dingin jika sudah dilandasi dengan pikiran negatif ternyata hanya akan menimbulkan masalah baru.

5. MENSYUKURI APA YANG DIMILIKI
Hindari berkeluh kesah tentang apapun yang tidak dimiliki karena justru akan menjadi beban. sebaliknya jadikan hal itu sebagai motivasi untuk meraih hidup yang diharapkan.

6. TIDAK MENDENGAR GOSIP YANG TAK MENENTU
Sudah pasti gosip erat sekali dengan berpikir negatif. karena itu sebisa mungkin jauhi gosip-gosip yang tak jelas asalnya.

7. TIDAK MEMBUAT ALASAN TETAPI AMBIL TINDAKAN
NATO ( No Action, Talk Only ) itu adalah ciri khas orang berpikir negatif. maka ambilah tindakan dan buktikan bahwa anda bisa mengatasi masalah sebagai orang yang berpikir positif.

8. MENGGUNAKAN BAHASA YANG POSITIF
Saat kita berkomunikasi dengan orang lain gunakan kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme sehingga dapat memberikan semangat terhadap lawan bicara kita

9. MENGGUNAKAN BAHASA TUBUH YANG POSITIF
Diantara bahasa tubuh yang lain senyum merupakan wujud dari berpikir positif karena akan menimbulkan kesan bersahabat dan akan menjadi lebih akrab dengan suasana.

10. PEDULI PADA CITRA DIRI
Itu sebabnya, mereka berusah tampil baik bukan hanya di luar tetapi juga di dalam.

Itulah sepuluh tanda orang berpikir positif semoga artikel diatas bermanfaat untuk anda. jadilah orang yang berpikir positif dalam menyelesaikan masalah sehingga kita tidak akan terbebani dengan hidup ini.



10 ciri orang berpikir positif Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1901760-10-ciri-orang-berpikir-positif/