Sabtu, 25 September 2010

Lulus Sertifikasi

Apa yang perlu dilakukan setelah dinyatakan lulus sertifikasi?

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kepada pengelolah klub guru yang terhormat, bolehkah saya minta bantuan informasinya ? memang sih saya orang baru di kalangan para kluber guru. soalnya saya baru nemuin klub khusus para guru ini.

Permasalahannya adalah saya adalah seorang guru yang baru saja lulus sertifikasi rayon 14 LPTK Unesa dan baru kemarin tanggal 26 Agustus 2009 pengumuman kelulusanya, itupun saya mencoba mencari-cari dari internet dan saya datang langsung untuk memastikan pengumuman tersebut ke Mapenda Gresik dimana saya disertifikasi.

Yang membuat saya binggung adalah pasca sertifikasi...? apa yang harus saya lakukan ? dan berkas atau persyaratan apa saja yang harus saya penuhi ? soalnya pas saya ke Mapenda tanya hal tersebut. jawabnya hanya "belum ada informasi mengenai itu". di samping itu saya juga sudah mengirimkan e-mail ke pihak terkait namun belum juga ada balasan sampai hari ini.

kepada pengelolah klub guru tolong dong saya dikirimin informasinya ke e-mail saya tentang informasi tersebut.

maaf kalau saya yang baru ini ngerepotin dan terima kasih sebelumnya

Noeroel Anwar
anwarnoeroel@yahoo.co.id


Pertanyaan ini telah diteruskan ke milis Klub Guru, dan inilah beberapa di antara jawaban yang masuk (jika masih ada pihak lain yang ingin menambahkan jawaban, silakan tuliskan komentar di bagian bawah):

Jawaban :

(1) Dari Eddy Soejanto

Mas Noeroel Anwar guru PNS atau guru bukan PNS? Kalau PNS, cukup duduk, diam, dengar. Kalau non-PNS seperti saya, lulus 2007, melalui proses inpassing yang tidak sederhana, barulah Januari tahun 2010 nanti tunjangan saya diakui dan dibayar setara PNS . Kalau belum cukup, tolong diintip http://www.masedlolur.wordpress.com/

Terimakasih.

Muatan Antikorupsi di Sekolah Hanya Sisipan

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperkuat program pendidikan antikorupsi yang disisipkan di sekolah TK hingga SLTA. Plt Ketua KPK Haryono Umar menjelaskan, pekan depan pihaknya akan bicara lagi dengan pihak Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) terkait program ini.

Haryono menjelaskan, pada tahun lalu, muatan pendidikan antikorupsi telah diterapkan di 50 sekolah sebagai uji coba. Dari hasil evaluasi ditemukan masih adanya kesalahpahaman di tengah masyarakat, terutama kalangan orang tua siswa. Mereka beranggapan, muatan pendidikan antikorupsi ini menambah beban pelajaran siswa. Padahal, kata Haryono, muatan pendidikan yang digagas KPK ini tidak masuk kurikulum dan sifatnya hanya sisipan.

"Bisa disisipkan di pendidikan agama, atau pelajaran yang lain. Ini lebih ke penanaman nilai-nilai kejujuran tanggung jawab, kesederhanaan, keberanian mandiri, peduli, dan lainnya. Jadi tidak akan membenani siswa, karena juga tak ada tes-tesan," ujar Haryono Umar di kantornya, Rabu (22/9).

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Eko Tjiptadi menambahkan, pihaknya yang membuat modul-modul materi yang diberikan ke siswa. Modul-modul yang menjadi semacam panduan guru untuk menayampaikan meteri pendidikan antikorupsi itu, dibuat selama dua tahun. Penyusunan modul melibatkan para guru dari berbagai daerah, dan pakar pendidikan. Dia yakin, jika sejak TK hingga SMA penanaman sikap antikorupsi ini diberikan, maka akan ada hasilnya berupa perubahan perilaku. (sam/jpnn)

Guru Pantang Menyerah

Sukari Darno, Figur Guru Pantang Menyerah (3): Diremehkan, Mulai Terpikir untuk Kuliah

Catatan: Eko Prasetyo

Di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, Sukari kini menjabat sebagai koordinator ITC. Namun, jabatan itu tidak datang seketika. Kemauan untuk belajar, kemampuan, dan kemajuanlah yang membuat mantan Pak Bon tersebut dinilai mampu mengemban amanah tersebut.

----------

Hari-hari menjadi Pak Bon atau petugas kebersihan sekolah dilewati Sukari dengan senang hati. Tak sedikit pun dia mengeluh. Tidak pula dia merasa malu hanya karena bekerja menyapu dan membersihkan ruang kelas.

Atas permintaan Kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik waktu itu, Muchtamil Pranoto, Sukari menyambi bekerja membersihkan kelas di SMP Muhammadiyah. Termasuk, menata buku di ruang lab komputer SMA Muhammadiyah 1 Gresik, tempat Muchtamil mengajar komputer.

Dari situ, Sukari mulai rajin mempelajari segala hal tentang komputer. Di mana ada waktu luang, di situlah laki-laki asli Jombang tersebut memanfaatkan untuk membaca buku komputer.

Rutinitas sebagai Pak Bon tetap dilakukan, tapi belajar tetap jalan terus. Doyan membaca buku. Inilah yang membuat Sukari cepat memahami ilmu komputer saat dia mulai mempraktikkannya.

Boleh dibilang,Sukari awalnya belajar komputer secara otodidak. Setelah melahap bacaan buku komputer, dia mempraktikkannya setelah selesai bekerja.

Kendati lelah dan peluh mulai menyapa setelah bekerja seharian, semangat Sukari untuk membaca buku komputer tak kendur. Dia kian bersemangat ketika dapat menyalakan dan mematikan komputer setelah mempraktikkan beberapa perintah dasar di buku. Dia melakukannya terus hingga hafal perintah dan tampilannya. Misalnya, perintah dir, del, ver, vol, dan lain-lain.

Ketika mulai pede (percaya diri) menggunakan komputer, Sukari memberanikan diri membeli buku Panduan WS 5.5 untuk belajar cara mengetik yang benar. Kegiatan belajar itu dihabiskan di ruang Pendidikan Komputer (Penkom) Perguruan Muhammadiyah Gresik. Semua itu terjadi sepanjang musim pada 1993.

Setelah dapat mengusai pengetikan dengan WS 5.5, Sukari mulai melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni belajar LOTUS 123. Pada materi tersebut, Sukari banyak dibantu oleh Muchtamil.

Suatu ketika, selepas Isya, Sukari dipanggil Muchtamil ke ruang Penkom untuk mengikuti ekstrakurikuler komputer di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Sejak saat itu, setiap ada ekstrakurikuler komputer, Sukari diminta Muchtamil untuk mengikuti materi Lotus 123 versi 2.3.

Sukari kian bangga setelah diberi kesempatan oleh Muchtamil untuk mempelajari komputer baru generasi 486dx2 dengan RAM 64 di ruang kepala sekolah. Kebetulan komputer itu pun masih kinyis-kinyis alias baru. Ada selembar kertas bertulisan pesan di atas meja kepala sekolah tersebut. "Buatlah belajar, asal jangan berikan perintah del *.* c:" Begitu bunyi pesan itu.

Dengan kepercayaan dari Muchtamil itulah, Sukari hampir tiap malam belajar setelah merampungkan tugasnya menyapu ruang kelas. Sukari pun tak segan bertanya kepada kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik itu jika ada hal yang tidak dipahami.

Sesekali, saat Muchtamil sedang memperbaiki komputer, Sukari mendekatinya. Rasa ingin tahu membawa Sukari ingin melihat lebih jauh tentang apa yang dilakukan Muchtamil. Muchtamil pun tak keberatan menerangkan satu per satu perangkat di CPU kepada Sukari. Muchtamil juga mengajarkan kepada Sukari cara memasang perangkat-perangkat tersebut.

Muchtamil menasihati Sukari bahwa belajar komputer ibarat ilmu katon atau didasarkan pada kepekaan indera. "Jangan dipaksa kalau nggak bisa. Dalam ilmu komputer itu, ada dua pilihan, on off atau 1 dan 0. Kalau nggak bisa masuk, dibalik, begini caranya," pesan Muchtamil kepada Sukari sambil mempraktikkan cara mengoperasikan komputer.

Muchtamil menjelaskan beberapa hal tentang perangkat komputer seperti hard disk dan prosesor dan cara pemasangannya.

"Ayo, sekarang kamu coba," kata Muchtamil menyemangati Sukari.

"Oh, ternyata mudah ya, Pak," ujar Sukari kepada Muchtamil.

Dari situ, Sukari mulai tertarik dengan dunia komputer dan segala aksesorinya.

Pada pengujung 1993, menjelang semesteran, Muchtamil mendadak memanggil Sukari. Semula Sukari menyangka bahwa dirinya diminta untuk membelikan rokok. "Maklum, Pak Tamil 'sapaan Muchtamil Pranoto' saat bekerja di depan komputer pasti ditemani rokok," tutur Sukari.

Ternyata, dugaan Sukari keliru. Dia diminta untuk melanjutkan pekerjaan Muchtamil. "Ri, tolong bantu aku memasukkan nilai. Aku mau salat Asar dulu," kata Sukari menirukan ucapan Muchtamil yang kini sudah tidak merokok lagi. Tanpa berpikir panjang, Sukari langsung mengiyakan.

Tanpa disadari, ada salah sesorang wakil kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik yang melihat Sukari tengah mengetik untuk memasukkan nilai tersebut. Wakil kepala sekolah itu tampak tidak berkenan dengan kehadiran Sukari.

"Hei Ri, kamu bisa komputer ta, kok duduk di situ?" tegur wakil kepala sekolah tersebut dengan nada sinis.

"Ya bisa, Pak. Kalau nggak bisa, masak saya duduk di sini," sahut Sukari ringan.

Terkesan diremehkan, Sukari kemudian menyampaikan hal yang baru saja dialaminya kepada Muchtamil. Namun, Muchtamil justru memberi respons enteng. "Lha wong Pak Bon saja mau belajar, masak nggak ada guru yang mau belajar meski saya sudah mati-matian menyuruh mereka belajar," jawab Muchtamil.

"Masak kepala sekolah sendiri yang harus memasukkan nilai ke komputer? Tenaga TU pun tak mau belajar Lotus. Maunya WS melulu. Biar mereka tahu bahwa Pak Bon saja bisa kalau mau belajar," lanjut Muchtamil.

Setelah kejadian itu, mulai tebersit di benak Sukari untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi alias kuliah. Namun, dia terkendala masalah biaya. Impian untuk kuliah pun untuk sementara harus dikubur dulu "Kerja dulu. Kerja dulu," begitu Sukari menghibur dan menyemangati diri. (bersambung).

Memaksimalkan Full Day School di SD

Oleh: Rendra Prihandono
Kepala SD YPPI 1 Surabaya

SEBUAH refleksi menarik dimuat harian ini pekan lalu. Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya mengakui bahwa pelaksanaan full day school di metropolis kurang maksimal. Khususnya, pada level sekolah dasar.

Beliau juga membeberkan bahwa hal itu, antara lain, disebabkan kurangnya kreativitas guru dalam mengelola joyful learning. Akibatnya, murid cenderung bosan dan lelah mengikuti pelajaran hingga sore. Beliau lalu melontarkan solusi bahwa dispendik akan menggiatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan guru mengelola joyful learning.

Dispendik Surabaya memang terkesan sangat berkomitmen mendorong SD-SD di metropolis untuk menerapkan full day school. Alasannya, full day school terbukti mampu menekan angka kenakalan remaja.

Logis. Karena sibuk bersekolah, anak tidak punya waktu untuk berbuat aneh-aneh sepulang sekolah. Itu sejalan dengan kecenderungan orang tua metropolis yang tidak punya cukup waktu untuk berinteraksi dengan anak karena sibuk mencari nafkah.

Bila full day school hendak dilaksanakan dengan sukses, yang harus dibenahi adalah penataan kesepahaman sekolah pelaksana dan wali murid. Bila anak harus menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah, harus ada alasan sangat kuat yang menguntungkan bagi pembentukan kepribadian anak. Kita harus kembali pada pemikiran awal, kenapa seorang anak harus pergi ke sekolah. Bila itu tidak dilakukan, pembicaraan mengenai full day school hanya akan menjadi lingkaran setan debat kusir.

Sekolah bukan mesin cuci. Sekolah bukan tempat menyelesaikan permasalahan hubungan keluarga yang buruk. Ketika orang tua terpaksa sibuk bekerja dan khawatir anaknya nakal, lalu memilih sekolah sebagai jalan keluar, itu jelas salah. Sekolah akan selalu dituntut bisa memproteksi anak dari kemungkinan menghabiskan waktu di luar sekolah. Sekolah dituntut menyelesaikan implikasi apa pun dari kurangnya hubungan orang tua-anak.

Anak yang frustrasi, kosong mental, menyimpan amarah psikologis, ditekan untuk berada di sekolah. Celakanya, saat ini, sekolah sebagai mesin cuci belum bisa dikategorikan baik. Sekolah baru bisa menahan anak berada di sekolah secara fisik, belum menjadi rumah yang nyaman bagi alam pikir anak.

Akibatnya, sekolah bisa-bisa menjadi kumpulan anak bermasalah. Mungkin karena itu, banyak sekolah enggan melaksanakan full day school. Sungguh mengerikan bila sekolah mau menjadi mesin cuci dengan ketidaksiapan amat sangat seperti itu.

Sekolah mestinya menjadi wahana anak mengembangkan kepribadian menjadi manusia yang utuh. Mungkin, latar keluarga si anak tidak harmonis. Namun, bila sekolah dan wali murid memiliki pemahaman di atas, bisa diharapkan anak yang melalui hari-hari di sekolah dalam rentang waktu tertentu tumbuh menjadi manusia yang diharapkan. Kesepahaman itu mestinya terwujud dalam komunikasi yang intens dan terstruktur antara sekolah dan wali murid.

Lalu, kesiapan apa yang perlu dilakukan sekolah? Pertama, sekolah harus memiliki kurikulum yang menekankan kebutuhan siswa. Istilah kerennya, pembelajaran berpusat pada siswa atau student-centered learning. Ketika kurikulum berpusat pada siswa, ia akan bertumpu kepada aktivitas siswa. Tidak seperti parrot learning yang selama ini masih dilakukan di banyak sekolah.

Parrot learning adalah proses belajar yang menekankan pada menghafal. Yang dikejar adalah penguasaan pengetahuan deklaratif. Bila ingat sesuatu, maka ia belajar. Anak akan menghabiskan waktu menghafal bagian tubuh di mata pelajaran sains, menghafal siapa saja raja Dinasti Syailendra di sejarah, menghafal rumus-rumus matematika, bahkan menghafal apa saja bagian-bagian komputer.

Memang, bila kita tidak ingat apa-apa tentang apa yang kita pelajari, ada kemungkinan kita tidak belajar. Namun, penekanan proses belajar pada aktivitas pengingatan fakta semata seperti itu kurang lebih sama dengan mengajari burung kakak tua berbicara. Karena itu, muncul istilah parrot learning.

Sekolah dengan student-centered learning akan memaksimalkan siswa dengan aktivitas menemukan pemahaman sendiri. Ketika memelajari bagian-bagian komputer, anak akan sibuk mengeksplorasi komputer hingga tahu mana mouse, keyboard, dan sebagainya tanpa si guru harus berbusa-busa menjelaskan. Guru mungkin sedikit menjelaskan untuk mengarahkan aktivitas anak.

Namun, secara umum si anaklah yang sibuk beraktivitas dengan guru sibuk mengobservasi seberapa jauh anak belajar. Anak SD suka beraktivitas. Bila mereka gembira beraktivitas, waktu belajar yang panjang tidak akan membosankan.

Konsekuensi penerapan student-centered learning adalah kesiapan dan kualitas guru. Dispendik dituntut intens memberikan pelatihan kepada guru SD. Sedikit saran, berdasar pengalaman, pelatihan masal tidak efektif.

Kesiapan terakhir adalah pengelolaan pembiayaan. Menerapkan full day school berarti menahan anak lebih lama di sekolah. Itu berarti pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi) menjadi tanggung jawab sekolah. Itu tidak murah.

Belum lagi pendanaan kegiatan belajar. Aktivitas siswa mengonstruksi pemahaman sebaiknya otentik, tidak hanya indoor activities, tapi juga outdoor activities. Pendanaan outdoor activities juga tidak murah.

Media pembelajaran yang variatif dan interaktif tetap saja menuntut penganggaran tidak sedikit, demikian pula pelatihan guru yang intens dan terencana.

Bantuan operasional pusat dan daerah memang sudah dikucurkan. Namun, di lapangan, kedua mekanisme pembiayaan itu belum maksimal, apalagi dalam konteks menerapkan full day school. Untuk pembiayaan reguler saja, masih ada keluhan karena sekolah tidak lagi bisa menarik iuran dari orang tua.

Mungkin alternatifnya adalah kepala sekolah memiliki visi kewirausahaan. Bisa menggali dana dari pihak ketiga atau melalui unit usaha yang dikembangkan sekolah. Namun, kepala sekolah bermental wirausaha, kalaupun ada, mungkin baru bisa dihitung dengan jari. (soe)

Sumber:
Jawa Pos, 30 Agustus 2009

Seperti Inikah Matematika yang Menyenangkan?

Seperti Inikah Matematika yang Menyenangkan?

JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak cara membuat Matematika menjadi pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Dari yang tradisional menggunakan batang lidi, sampai yang mutakhir ala Glenn Doman. Kuncinya cuma kreativitas.

Penuturan Djomon Bapila, Kepala SD 008 Kalampising, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, ini misalnya. Djomon mengaku, dia mewajibkan para siswa kelas I untuk membawa batang-batang lidi ke sekolah.

"Lalu, saya minta mereka mengikatnya dengan jumlah untuk masing-masing ikat sebanyak 10 lidi. Itulah alat hitung mereka," ujar Djomon, awal Oktober lalu.

"Sederhana memang, tetapi hanya itu yang termurah, tercepat, dan termudah untuk diserap oleh siswa. Dengan lidi-lidi ini, mereka menjadi aktif belajar dan tak sadar bisa menghitung dengan tangkas," tambahnya.

Lain Djomon, lain pula Sugimun. Guru Matematika SMPN I Lumbis, Kabupaten Nunukan, ini punya cara jitu untuk membuat siswanya tertarik dan mudah mengerti pelajaran Matematika yang ia ajarkan. Salah satunya, Sugimun mengajak para siswa bermain gaple atau yang lebih akrab disebut domino.

Ya, "domino Matematika". Sugimun sudah membuktikan bahwa domino tersebut bisa memudahkan siswa mengenal pelajaran Matematika tentang bilangan pecahan.

Tak ubahnya bermain domino, setelah kartu pertama dilempar, kartu berikutnya akan mengikuti. Namun, jika pada domino sesungguhnya berisi kumpulan atau urutan angka-angka, maka kartu pada "domino Matematika" berisi berbagai bilangan pecahan.

"Saya berpikir, apa pun yang ada di sekitar kita, baik itu di lingkungan rumah maupun sekolah bisa dimanfaatkan. Sederhananya, Matematika itu tidak rumit dan mudah dimengerti siswa, asalkan gurunya bisa memudahkan siswa menyerapnya," ujar Sugimun.

"Pernah, waktu pelajaran tentang bangun bidang, seperti kubus, balok, segitiga, atau kerucut, saya minta siswa melihat ke semua sisi bangunan (sekolah), mulai dari dinding sampai atap, ternyata itu lebih mudah dimengerti ketimbang hanya teori di papan tulis," ujar lulusan Universitas Mulawarman ini.

Glenn Doman
Khusus anak balita, mereka memerlukan sistem pembelajaran, metode, dan sarana yang tepat supaya bisa merasa senang dan mudah saat mempelajari Matematika.

Berangkat dari fungsi otak yang memiliki kemampuan menyerap informasi yang luar biasa pada seorang anak, Dr Glenn Doman menunjukkan betapa mudahnya mengajarkan Matematika ke anak balita dan menjadikan proses belajar tersebut begitu menyenangkan.

Menurut Irene F Mongkar, seorang praktisi metode Glenn Doman, pada masa tiga tahun pertama, otak balita mengalami perkembangan yang sangat pesat. Akibatnya, stimulasi yang diberikan pada masa ini akan merangsang kecerdasannya.

Pertanyaannya, bagaimana metode ini mampu membuat pelajaran Matematika menjadi begitu menarik dan menyenangkan buat anak-anak Anda?

- Tahap Pertama, Perkenalkan Jumlah

Perlihatkan kepada anak, kartu-kartu putih berukuran 28 x 28 cm dengan gambar dot (lingkaran berdiameter 2 cm) berwarna merah, mulai dari kartu berjumlah dot 1 sampai dengan 100.

Untuk memperkenalkan jumlah, cukup dengan memberikan 5 kartu, dengan sangat cepat (2 kartu untuk 1 detik) dan diulang maksimum sebanyak 3 kali sehari.

- Tahap Kedua, Perkenalkan Persamaan

Kembali kita menunjukkan kartu-kartu dot, misalnya dot berjumlah 7, 5, dan 12. Tunjukkan kartu tersebut dengan mengatakan ”tujuh ditambah lima sama dengan dua belas”.

Berikan tiga persamaan dalam setiap pengajaran, dan sehari berikan 3 kali pengajaran. Harus dicatat, setiap persamaan tidak diulang lagi.

- Tahap ketiga, Pemecahan Masalah

Siapkan kartu dot berjumlah 4, 7, 11, dan 16. Lalu, tunjukkan kartu tersebut dengan mengatakan ”Empat ditambah tujuh sama dengan 11 atau 16?”

Biarkan si anak memilih, dan berikan dia cukup waktu berpikir dan menunjukkan jawabannya. Berikan anak balita kesempatan untuk menggunakan kemampuannya.

- Tahap keempat, Pengenalan Angka

Pengenalan ini prinsipnya seperti pada tahap 1. Adapun pada tahap kelima, perkenalkan persamaan dengan angka yang ditulis dalam karton panjang berukuran 10 x 50 cm, dengan berbagai jenis persamaan, misalnya 7 + 1 + 11 – 5 + 2 – 4.

Dengan cara yang sederhana, waktu yang singkat, sikap gembira dan menyenangkan, kita dapat mengenalkan Matematika kepada anak balita. Dengan begitu, anak balita akan mulai menyenangi Matematika.

Belajar dengan Ponsel di Sekolah

Belajar dengan Ponsel di Sekolah

Oleh Didin Widyartono
Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Budi Utomo Malang

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) harusnya membuat pembelajaran menjadi semakin menarik dan bermutu. Kemajuan TIK memberikan berbagai fasilitas melalui produk teknologi yang bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran. Produk-produk yang dapat digunakan dalam pembelajaran antara lain televisi, radio, telepon, telepon seluler (handphone), komputer, hingga koneksi internet. Produk-produk ini harus dapat bermanfaat secara positif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Ironisnya, tingginya melek teknologi (literacy with ICT) di kalangan siswa tidak diimbangi oleh kemampuan guru. Hanya sebagian kecil guru yang melek teknologi di atas kemampuan siswa. Memang pesatnya kemajuan teknologi sesuai dengan zamannya. Namun hal ini seharusnya bukan menjadi kendala bagi guru untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran menjadi pengajar yang handal dan paham teknologi.

Tinggi daya melek teknologi siswa dibanding guru menyebabkan banyak penyimpangan dalam penggunaan TIK. Banyak video porno yang direkam dan dilakukan oleh kalangan terpelajar melalui fasilitas handphone. Layanan internet banyak disalahgunakan oleh siswa. Kasus-kasus ini merupakan penyimpangan penggunaan teknologi karena rendahnya keterampilan teknologi yang dimiliki guru. Akhirnya, dengan kebijakan yang tidak bijak, beberapa sekolah melarang siswanya membawa handphone ke sekolah.

Apa yang bisa dilakukan oleh handphone dalam kegiatan pembelajaran?
Sebelum membedah daya guna handphone dalam kegiatan pembelajaran, penting dipahami fitur-fitur yang tersedia di dalamnya. Fitur-fitur dalam handphone di antaranya berupa telepon, pesan pendek (Short Message Service/SMS), alarm, timer hitung mundur, stopwatch, kalkulator, pemutar musik, kamera, rekaman video, rekaman suara, infrared/bluetooth, tv, hingga internet melalui berbagai koneksi).

Pertanyaannya, seberapa kreatifkah guru dalam memanfaatkan fitur-fitur ini atau malah menganggapnya fitur-fitur ini tidak berguna dalam kegiatan pembelajaran?
Fitur-fitur handphone dapat dimasukkan dalam langkah-langkah pembelajaran sebagai wujud nyata strategi pembelajaran. Tentu saja, pemanfaatan fitur-fitur handphone harus disesuaikan dengan kompetensi dasar apa yang hendak diajarkan. Guru harus mampu memilih fitur-fitur handphone yang dapat digunakan pada kompetensi dasar tertentu, bukan dipaksa-paksakan, dicocok-cocokkan.

Dalam kegiatan pembelajaran, layanan telepon dapat dimanfaatkan guru dalam menunjuk kelompok. Kelompok ini dapat dibentuk sebelumnya berdasarkan kemampuan tiap individu, bukan secara acak. Kelompok ini dapat diberikan tugas oleh guru seperti untuk penunjukkan presentasi. Penujukkan kelompok dapat dilakukan secara acak melalui fitur panggilan cepat di dalam handphone. Guru harus menyimpan nomor handphone perwakilan beberapa kelompok.
Jika tiba giliran kelompok untuk presentasi, guru cukup menekan tombol 2 hingga 9. Tunggu beberapa saat dan simak telepon siapa yang berdering. Kelompok inilah yang memperoleh giliran untuk presentasi.

Layanan pesan pendek/SMS dapat digunakan guru dalam membagi tema. Langkah ini bertujuan agar tema tiap kelompok tidak diketahui oleh kelompok lain. Caranya, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Guru mengirimkan SMS ke perwakilan kelompok berdasarkan beberapa tema sudah dipersiapkan sebelumnya.

Untuk membatasi waktu, guru dapat memanfaatkan alarm handphone. Dalam kegiatan presentasi, diskusi, hingga ulangan harian dapat digunakan fitur alarm. Jatah waktu yang diberikan dapat diukur dengan objektif melalui alarm. Jatah waktu tiap kelompok/tiap siswa sama, bukan berdasarkan insting, melainkan berdasarkan alarm. Layanan yang mirip dengan alarm dalam handphone adalah timer hitung mundur dan stopwatch. Layanan fitur stopwatch dapat digunakan dalam pembelajaran olah raga.

Kalkulator dapat dimanfaatkan guru dengan bijak. Ada saatnya guru memanfaatkan fitur ini dan ada saatnya tidak. Hal ini sangat bergantung pada kompetensi dasar bidang studi yang diberikan. Jika guru sedang membawakan kompetensi non-matematika dan ingin hasil cepat, tidak ada salahnya guru memanfaatkan layanan ini. Namun jika guru sedang melatih kompetensi hitung, guru harus memperhitungkan kembali pemakaian layanan hitung ini. Sekali lagi, guru harus bijak memanfaatkan layanan ini.

Dalam pembelajaran bahasa, layanan rekaman suara dapat digunakan guru dalam memberikan penguatan. Misalnya pembelajaran membaca puisi, membaca berita, membaca pengumuman, dll. Guru dapat menggunakan layanan rekaman suara dan diputar kembali untuk diberikan penguatan.

Jika layanan suara belum cukup, guru dapat menggunakan layanan rekaman video. Melalui rekaman video guru dan siswa dapat menyimak sajian audio-visual. Guru dapat memberikan penguatan sikap dan ekspresi dalam pembelajaran berpidato, membaca puisi, hingga drama.
Layanan rekaman video juga dapat digunakan guru Bahasa Indonesia dalam menulis paragraf.

Guru dapat juga memberikan tugas pada perwakilan kelompok, jika tidak semua siswa memiliki handphone berfitur kamera, untuk memotret objek atau merekam keramaian stasiun kereta api. Lalu, guru memberikan tugas menulis paragraf. Begitu juga guru bidang studi lain, guru ekonomi dapat merekam keramaian pasar, guru olahraga memberikan masukan lay-up dalam olah raga basket yang benar, dll.

Sebagai koneksi transfer data, guru dan siswa dapat memanfaatkan fitur infrared dan bluetooth. Objek yang sudah terpotret dapat dibagi kepada siswa lain atau diserahkan pada guru. Guru atau siswa dapat metransfer langsung ke laptop untuk ditayangkan melalui LCD Proyektor. Objek ini dapat disesuaikan dengan bidang studi yang diajarkan guru.

Handphone tertentu sudah menyediakan fasitas televisi. Guru bidang studi tertentu dapat memanfaatkan televisi sebagai bahan ajar. Misalkan berita, iklan, sinetron, dll. Pemilihan bahan ajar ini harus dilakukan guru secara selektif dan benar-benar membawa manfaat dalam pencapaian tujuan belajar.

Melalui koneksi data, handphone kini menyediakan layanan internet. Melalui internet, guru dapat mencari bahan ajar dan jutaan referensi dalam internet. Tentu jika menginginkan layar yang lebar, handphone dapat dikoneksikan ke laptop dan ditayangkan melalui LCD Proyektor. Jika belum puas melalui koneksi handphone, guru dapat memanfaatkan jaringan internet via kabel dan nirkabel, misal wifi.

Praktik lebih lanjut pemanfaatkan handphone dapat dikreasikan guru. Tentu tidak semua guru dapat memanfaatkan layanan handphone yangdapat dipadukan dengan produk TIK lainnya. Hal ini sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur TIK di sekolah dan daya melek guru terhadap TIK. Yang jelas bahwa berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan produk TIK membawa dampak positif dalam kegiatan pembelajaran menuju pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Pertanyaannya, masihkah handphone dilarang dibawa ke sekolah?

Upaya Peningkatan Mutu Guru

Upaya Peningkatan Mutu Guru

Oleh : Marijan
Guru di SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta dan Anggota KGI Kulon Progo DIY

Perubahan kurikulum pendidikan yang berganti-ganti diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. Namun apa yang dapat kita saksikan? Perubahan kurikulum belum mampu menunjukkan hasil yang memuaskan. Apabila kita mau jujur, kondisi objektif yang dapat kita saksikan malahan bertambah parah.

Upaya pemerintah maupun masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan belum mencapai apa yang diharapkan. Indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pendidikan tersebut sebenarnya tidak tepat.

Pertama, rendahnya hasil perolehan rata-rata nem. Hasil tersebut masih jauh di bawah standard yang diharapkan. Pemerintah terus berusaha menaikkan angka standard kelulusan. Akan tetapi setiap angka standard kelulusan dinaikkan dibarengi dengan penambahan jumlah peserta didik yang tidak lulus. Nilai siswa yang lulus pun rata-ratanya hanya berada sedikit di atas standard minimal kelulusan.

Kedua, menurunnya nilai aspek nonakademis. Banyak kritik dilontarkan berkaitan dengan masalah moral, kreativitas, kemandirian, sikap demokratis dan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat pelajar maupun orang-orang mantan pelajar. Hal ini sebagai akibat pembelajaran yang terjadi hanya mengejar berkembangnya IQ dan mengesampingkan EQ dan SQ. Padahal dalam kehidupan di masyarakat justru EQ dan SQ lebih penting daripada IQ. Ditegaskan oleh Goleman (1996) dalam penelitiannya bahwa IQ hanya berperan 20 % dan EQ justru berperan 80% untuk menopang kesuksesan hidupnya.

Ketiga, rendahnya kompetensi guru. Rendahnya kompetensi guru ini disebabkan oleh kompleksitas kondisi yang mengelilingi guru. Adapun kondisi yang dimaksud adalah :
a) masih banyak guru mengajar bukan pada bidang tugasnya. Hal demikian berakibat pada penguasaan dan penyampaian materi tidak dapat berlangsung secara optimal. Alasannya pun sangat bervariasi yakni, di sekolah tidak ada guru lulusan bidang studi tertentu dan demi pemerataan jam mengajar.
b) Guru tidak konsen pada tugasnya. Guru masih mencari uang melalui pekerjaan lain. Hal ini disebabkan gaji yang diterima tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan hidupnya. Konsentrasi kesibukannya justru lebih tinggi untuk pekerjaan lain, bukan pekerjaan yang berkaitan dengan persiapan proses pembelajaran.
c) Masih banyak guru gagap teknologi, wawasan kependidikannya picik, keterampilan mengajar kurang optimal, tidak terampil mengoperasikan komputer, cakrawala pandang wawasan kependidikan yang dapat diakses melalui internet tak dapat tercapai oleh karena belum mengenal internet
d) Motivasi kerja guru yang rendah. Motivasi kerja yang rendah ini dapat disimak melalui sikapnya dalam mempersiapkan RPP, silabus, perangkat penilaian dan perangkat pembelajaran lainnya. Pengadaan perangkat pada umumnya hanya berupa foto kopi teman sekolah lain. Hal lain sebagai indikator motivasi kerja rendah adalah belum terciptanya budaya membaca bagi kalangan guru. Artinya, membaca untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan materi pelajaran dari berbagai referensi ataupun membaca rang berkaitan dengan wawasan kependidikan belum banyak dilakukan oleh sebagian besar guru. Padahal membaca mempunvai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan profesi guru. Berdasarkan kondisi di atas perlu adanya gerakan serentak memperbaiki mutu guru Indonesia. Gerakan ini menyangkut pihak pemerintah, lembaga pencetak guru, kemauan guru itu sendiri dan masyarakat sebagai agen pemasok calon guru maupun pengguna guru. Upaya apa yang seharusnya dilakukan ?

Pertama, rekrutmen calon guru hendaknya bersifat profesional. Rekrutmen dilakukan dengan cara tes baik tertulis, lisan maupun mikroteaching di hadapan penguji. Calon guru yang diiuluskan hendaknya yang benar-benar memenuhi syarat dalam tugas mengajar. Baik kedalaman pengetahuan materi bidang tugasnya maupun strategi dan metodologi mengajar hendaknya bernilai tinggi. Performance sebagai calon guru juga tidak meragukan. Sebagai data pendukung secara administrasi adalah Indeks Prestasi (1P) yang dimiliki dalam transkip nilai. Indeks Prestasi mestinya menjadi bagian dari proses penilaian bagi calon guru. Selama ini indeks prestasi calon guru tidak pernah diperhitungkan dalam penilaian.

Kedua, guru hendaknya diberi motivasi untuk terus belajar. Kepala sekolah diharapkan sangat peduli dengan peningkatan mutu guru melalui peningkatan belajarnya. Guru yang termotivasi untuk terus belajar akan bertambah semangat dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemandu proses pembelajaran yang baik. Ketiga, guru hendaknya diikutkan penataran atau diklat yang berhubungan dengan profesi keguruannya. Penataran atau diklat bagi guru sangat penting dalam upaya peningkatan mutu kaitannya dengan proses pembelajaran, pengetahuan baru dan berbagai strategi dan metode pembelajaran.

Keempat, guru hendaknya diberdayakan menulis. Menulis dimaksud adalah membuat karya ilmiah baik berupa, buku, diktat, laporan penelitian, ilmiah populer maupun ulasan terhadap berbagai buku baik tentaing pendidikan dan kebijakan- kebijakannya yang sering terasa kontroversial. Guru diharapkan mempunyai target menulis dalam jangka waktu tertentu di berbagai wadah karya guru misalnya buletin pendidikan yang diterbitkan oleh dinas pendidikan kabupaten, dinas pendidikan propinsi, dinas pendidikan pusat, majalah-majalah pendidikan , koran harian serta jurnal pendidikan. Di setiap sekolah hendaknya perlu diterbitkan majalah sekolah guna merangsang guru dan murid bisa menulis. Guru yang sering menulis akan termotivasi untuk maju. Motivasi inilah embrio dari terciptanya guru profesional. Sikap ingin mencari pengetahuan lewat tnembaca akan terbentuk dengan sendirinya. Menghargai tulisan orarng lain menjadi bagian dari sikap penulis. Sikap tidak loyo terpantul dari kegigihan menulis yang tak henti-hentinya. Inilah sikap-sikap yang perlu dikembankan dan dibudayakan melalui pembiasaan dan pemberdayaan untuk menulis karya. ilmiah.

Kelima, guru hendaknya dirangsang untuk meningkatkan mutu mengajar dengan berbagai metode. Pengembangan proses pembelajaran memang patut segera. direalisasikan. Oleh karenanya pihak pemerintah melalui sekolah hendaknya mendukung dengan menyediakan media dan alat pembelajaran yang memadai. Tanpa adanya dukungan media dan alat , pembelajaran belum bisa menarik dan menyenangkan sebagaimana digembor-gemborkan, yakni pembelajaran bernuansa PAIKEM (Produktif, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Berbagai metode perlu dicoba untuk mendukung tercapainya pembelajaran yang PAIKEM seperti disebut di atas. Guru yang bagus dalam penyampaian materi melalui berbagai metode perlu mendapatkan reward yang bermakna. Kepala sekolah tidak perlu pelit memberikan pujian terhadap guru rang berhasil. Agar tidak terlena dalam nikmatnya pujian, pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas terns diupayakan. Dengan pemantauan yang sering dilakukan akan mendorong semangat guru dalam melakukan proses yang baik .

Guru dan Makna Profesionalisme

Guru dan Makna Profesionalisme

Oleh Erick Hilaluddin
Guru SD Hikmah Teladan, Cimindi, Cimahi

Oemar Bakri... Oemar Bakri... pegawai negeri Oemar Bakri... Oemar Bakri... 40 tahun mengabdi Jadi guru jujur berbakti memang makan hati Oemar Bakri... Oemar Bakri... banyak ciptakan menteri Oemar Bakri... profesor dokter insinyur pun jadi Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

Itulah sepenggal lirik lagu "Oemar Bakri" yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh musisi legendaris Iwan Fals pada tahun 1980-an. Lagu tersebut bercerita tentang seorang guru tua nan miskin bernama Oemar Bakri

Ia sudah puluhan tahun mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan dan telah membidani lahirnya para pejabat negeri ini. Namun, apa yang dilakukan ternyata tidak berbanding lurus dengan apa yang didapatkan. Begitulah kira-kira tafsir sederhana saya terhadap lagu tersebut. Ada dua hal yang menarik untuk kita cermati dari lagu "Oemar Bakri" itu. Pertama, Iwan Fals ingin memberikan gambaran obyektif tentang profesi guru saat itu. Guru merupakan profesi yang tidak elite, tidak bonafide, bergaji pas-pasan, dan tidak ada ruang untuk kemajuan. Gambaran Iwan Fals tentang kondisi guru mewakili anggapan dominan banyak orang saat itu. Tidak mengherankan, jarang ditemukan anak bercita-cita menjadi guru. Ketika anak-anak ditanya apa cita-citanya, jawaban mereka sudah bisa ditebak: ingin menjadi dokter, insinyur, pilot, presiden, dan sebagainya. Jarang sekali anak menjawab ingin menjadi guru.

Kedua, sang musisi ingin menyentil pemerintah yang saat itu kurang peduli terhadap pendidikan, khususnya nasib guru. Kita akan selalu ingat salah satu stigma Orde Baru yang sangat menghegemoni, yaitu guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Perkataan itu meninabobokan para guru untuk betah hidup dalam ketidaksejahteraan. Perkataan tersebut memaksa mereka puas dengan apa yang selama ini didapatkan.

Perlakuan dan penghargaan terhadap guru di Indonesia berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Jepang. Setelah Hiroshima dan Nagasaki rata dengan tanah akibat dibom sekutu, hal pertama yang ditanyakan kaisar kepada perdana menterinya adalah berapa guru yang masih hidup. Sang kaisar pun meminta guru-guru yang tersisa untuk dijaga, dipelihara, diberi makan cukup, dan diberi kesejahteraan yang memadai karena sang kaisar beranggapan bahwa guru adalah pijakan arah bangsa. Dari dulu hingga sekarang posisi guru di Jepang amat terhormat. Tidak mengherankan, negara itu maju pesat karena menjadikan guru sebagai arah pijakan bangsa.

Sekarang kondisi guru yang dulu memprihatinkan mulai sedikit berubah. Perhatian pemerintah terhadap pendidikan, khususnya guru, mulai tampak, misalnya dengan lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen pada 2005. Undang-undang itu bertujuan meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi walaupun pada akhirnya tidak sedikit guru yang terjebak pada penafsiran keliru terhadap profesionalisme dengan pemberian sejumlah uang dalam kurun waktu tertentu.

Penafsiran keliru tersebut dapat menjerumuskan para guru pada pengerdilan akan makna profesionalisme, bahkan membunuh mentalitas untuk mengabdi dan melayani secara tulus. Dalam pendidikan kita, antara profesionalisme dan apresiasi kerja telah rancu. Celakanya, profesionalisme telah dijadikan sama dengan apresiasi kerja, yakni pemberian penghargaan kepada guru yang lulus uji sertifikasi dengan sejumlah uang sebagai tanda bahwa ia telah menjadi guru profesional.

Hargai pilihan profesi

Terlepas dari pro dan kontra tentang munculnya program sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru, usaha itu perlu kita apresiasi dengan berusaha meningkatkan kompetensi dan kinerja sehingga bisa memberikan layanan pendidikan terbaik terhadap anak didik. Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru akan menjadi absurd seandainya guru, baik sebagai pribadi maupun komunitas, tidak melakukan perbaikan dari dalam diri.

Salah satu cara meningkatkan kompetensi adalah guru keinginan untuk terus belajar setiap waktu. Guru belajar memahami kondisi anak yang beragam untuk kemudian mencari metode pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar anak. Jadi, keragaman anak sebagai kodrat bisa terakomodasi dan terfasilitasi. Guru yang tidak mau belajar mengikuti perkembangan anak dan metode pembelajaran kontemporer merupakan lonceng kematian bagi dunia pendidikan.

Menjadi guru bukan sekadar rutinitas harian yang nyaris tanpa daya kejut, yaitu berangkat pagi pulang siang atau sore dan seterusnya atau datang ke sekolah, mengajar, memberikan ulangan, koreksi, remidi, membagikan hasil ulangan, dan seterusnya. Melakukan hal yang sama tetapi mengharapkan perubahan adalah kekonyolan dalam proses pendidikan.

Cara pandang yang lebih positif terhadap profesi yang sedang digeluti merupakan keniscayaan. Bagaimana mungkin orang akan menghargai profesi guru kalau guru sendiri tidak menghargainya? Kita semua tahu bahwa sikap dan cara pandang positif bisa berpengaruh besar terhadap kesuksesan dan kebahagiaan hidup seseorang.

Menurut William James, kita bisa mengubah seluruh hidup kita hanya dengan mengubah sikap dan cara pandang kita. Separah apa pun gambaran dan persepsi orang tentang guru, tetapi kalau sikap dan cara pandang guru selalu positif, mereka akan menjalani profesi tersebut dengan penuh kebahagiaan.

Saya teringat Thomas Edison yang mengalami seribu kali kegagalan dalam membuat bola lampu. Suatu hari, Edison ditanya seorang wartawan, "Tuan Edison, bagaimana rasanya gagal berkali-kali?" Dengan tenang Edison menjawab, "Seribu kali kegagalan saya dalam membuat bola lampu membuat saya tahu seribu cara yang tidak bisa dipakai untuk membuat bola lampu." Edison adalah satu dari sedikit orang yang senantiasa menjaga sikap dan cara pandang positifnya dalam melihat sesuatu.

Bukan Omong Kosong

rENUNGAN

Summary:ersys
SEPULUH CIRI ORANG BERPKIR POSITIF


1. MELIHAT MASALAH SEBAGAI TANTANGAN
Bandingkan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat maka dia akan berpikir hidupnya adalah menjadi orang yang paling sengsara di dunia.

2. MENIKMATI HIDUP
Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati

3. PIKIRAN TERBUKA UNTUK MENERIMA SARAN DAN IDE
Pikiran terbuka membutuhkan kebesaran hati dan tentu kesabaran. karena dengan begitu, akan ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik.

4. MENGHILANGKAN PIKIRAN NEGATIF SEGERA SETELAH PIKIRAN ITU TERLINTAS DI BENAK
Suatu kendala yang sebetulnya bisa diatasi dengan kepala dingin jika sudah dilandasi dengan pikiran negatif ternyata hanya akan menimbulkan masalah baru.

5. MENSYUKURI APA YANG DIMILIKI
Hindari berkeluh kesah tentang apapun yang tidak dimiliki karena justru akan menjadi beban. sebaliknya jadikan hal itu sebagai motivasi untuk meraih hidup yang diharapkan.

6. TIDAK MENDENGAR GOSIP YANG TAK MENENTU
Sudah pasti gosip erat sekali dengan berpikir negatif. karena itu sebisa mungkin jauhi gosip-gosip yang tak jelas asalnya.

7. TIDAK MEMBUAT ALASAN TETAPI AMBIL TINDAKAN
NATO ( No Action, Talk Only ) itu adalah ciri khas orang berpikir negatif. maka ambilah tindakan dan buktikan bahwa anda bisa mengatasi masalah sebagai orang yang berpikir positif.

8. MENGGUNAKAN BAHASA YANG POSITIF
Saat kita berkomunikasi dengan orang lain gunakan kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme sehingga dapat memberikan semangat terhadap lawan bicara kita

9. MENGGUNAKAN BAHASA TUBUH YANG POSITIF
Diantara bahasa tubuh yang lain senyum merupakan wujud dari berpikir positif karena akan menimbulkan kesan bersahabat dan akan menjadi lebih akrab dengan suasana.

10. PEDULI PADA CITRA DIRI
Itu sebabnya, mereka berusah tampil baik bukan hanya di luar tetapi juga di dalam.

Itulah sepuluh tanda orang berpikir positif semoga artikel diatas bermanfaat untuk anda. jadilah orang yang berpikir positif dalam menyelesaikan masalah sehingga kita tidak akan terbebani dengan hidup ini.



10 ciri orang berpikir positif Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1901760-10-ciri-orang-berpikir-positif/